Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM FISIP) bekerja sama dengan Labpol FISIP Universitas Siliwangi Tasikmalaya,
Jum’at, 15 Juni 2012 pukul 13.00 s.d. selesai telah menyelenggarakan
Diskusi Tinjauan Kritis UU Pemilu Baru dalam Menghasilkan Pemilu
Berkualitas. Diskusi ini dihadiri oleh sejumlah mahasiswa FISIP,
sebagian pengurus BEM di lingkungan Universitas Siliwangi dan beberapa
dosen FISIP Unsil.
Diskusi ini menghadirkan pembicara
Pengajar Kajian Parpol dan Pemilu yang juga Ketua Laboratorium Politik
FISIP, Subhan Agung dan Ketua Program Studi Ilmu Politik FISIP Unsil
Bapak Akhmad Satori, M.SI. Diskusi ini diawali dengan pemaparan materi
kajian dari pemateri dan Dosen Bapak Taufik Nurohman yang melengkapi
pemaparan dari kedua pemateri sebelumnya. Proses diskusi cukup “hidup”
dan dinamis dengan adanya opini dan tinjauan kritis dari mahasiswa
(peserta).
Subhan Agung dalam pemaparannya lebih
menyoroti Pemilu secara teoritis, dan pemetaan sistem Pemilu di dunia
dan sistem yang selama ini dijalankan di Indonesia, termasuk kajian
sistem Pemilu yang diberlakukan sesuai UU No.8 tahun 2012 yang baru
disahkan Sabtu kemarin. Menurutnya Indonesia secara keseluruhan
menerapkan sistem Representatif Proporsional atau yang dalam sehari-hari kita biasa disebut sistem Pemilu Proporsional dengan jenis model Open List. Berbeda ketika di Masa Orba yang menggunakan Close List,
di mana pemilih hanya memilih lambang partai saja, dan tentunya partai
yang menentukan siapa yang menang berdasarkan urutan. Sedangkan saat ini
yang dicoblos adalah gambar calon langsung, sama seperti UU No.10 tahun
2008 yang diberlakukan dalam Pemilu 2009 silam. Menurut beliau secara
keseluruhan dalam UU baru tersebut tidak terdapat perubahan yang
fundamental, selain Parlementary Trashold yang berubah menjadi
3,5%, syarat-syarat pembentukan partai baru yang tambah ketat. Sistem
dalam mengkonversi suara menjadi kursi pun masih menggunakan sistem
Kuota Murni tidak berubah dari UU sebelumnya.
Sedangkan Bapak Akhmad Satori melihat
secara holistik persoalan Pemilu di Indonesia tidak hanya dalam
persoalan UU Pemilu saja. Pemilu selama ini hanya menjadi “ajang pesta
demokrasi saja” bukan benar-benar dimaknai sebagai upaya untuk
memperbaiki negara ini lewat lahirnya elit-elit perwakilan yang cakap
dan mampu menyerap aspirasi konstituen. Pemilu di Indonesia juga rumet,
sulit sekali diikuti oleh masyarakat “bawah” yang tidak mengenal
sekolah, sehingga mereka mengalami kesulitan dalam menyalurkan hak
memilihnya, selain itu Pemilu di Indonesia sangat mahal biayanya,
apalagi ditopang oleh mekanisme dominasi uang dalam proses politik
tersebut. Kalau berkaca dalam realitas ini semakin sulit saja kita untuk
mengharapkan lebih dari proses Pemilu. UU baru pun sepertinya hanya
menjadi “mainan” para elit saja atas nama untuk perbaikan, demokrasi,
dan suara rakyat, namun agak sulit diharapkan UU ini akan efektif ke depannya. Namun harapan juga masih terbuka lebar, dan sebagai lembaga civil society
mahasiswa harus kritis terhadap semua perubahan yang terjadi di negeri
ini. Partisipasi politik yang kritis demi perbaikan dan melahirkan
pemimpin-pemimpin masa depan harus terus diupayakan.
Bapak Taufik Nurohman lebih menyoroti
hakikat Pemilu secara filosofis dalam konteks untuk menempatkan
wakil-wakilnya di lembaga eksekutif dan legislatif. Pemilu sudah menjadi
kenyataan di hampir sebagian besar negara-negara di dunia. Secara
simplikatif peraturan Pemilu di Indonesia sudah cukup mutakhir, namun
implementasinya lemah. Semakin canggih UU, semakin canggih juga
pelanggaran yang mencederai kualitas Pemilu itu sendiri. UU Pemilu
memang harus rumet (canggih, lengkap, detail), dan rakyat harus belajar
atas UU tersebut. Kalau persoalan pelanggaran dalam Pemilu memang tidak
bisa dihindarkan akan selalu ada, yang rumet saja masih bisa dicurangi,
apalagi yang sederhana. Namun bagaimana lembaga civil society
dan lembaga lainnya yang mengontrol secara formal mampu mengungkap
pelanggaran yang dimungkinkan terjadi dalam Pemilu. (Semoga Bermanfaat,
sampai bertemu kembali dalam diskusi selanjutnya–SA).
Sumber : FISIP UNSIL
0 komentar:
Posting Komentar