Tulisan ini merupakan ringkasan Materi Seminar Nasional Otonomi Daerah dengan Tema ”Otonomi Daerah dalam Perspektif Pendidikan Karakter Bangsa”, Tanggal 12 Maret 2012, di Universitas Siliwangi Tasikmalaya.
Pendahuluan
Pada awal kemunculannya hingga sekarang ini ada beberapa kalangan pengamat ataupun cendekiawan memandang sinis terhadap otonomi daerah. Mereka berpendapat yang berpendapat bahwa otonomi daerah adalah suatu faktor yang dapat menciptakan disintegrasi. Mereka menganggap otonomi daerah sebagai ancaman terhadap intergritas bangsa. Namun mereka berpandangan demikian itu karena mereka tidak faham tentang apa itu otonomi daerah. Sebetulnya yang terjadi adalah sebaliknya. Tanpa otonomi daerah yang mulai dilaksanakan pada tahun 1999 bangsa Indonesia dapat hancur.
Pada awal kemunculannya hingga sekarang ini ada beberapa kalangan pengamat ataupun cendekiawan memandang sinis terhadap otonomi daerah. Mereka berpendapat yang berpendapat bahwa otonomi daerah adalah suatu faktor yang dapat menciptakan disintegrasi. Mereka menganggap otonomi daerah sebagai ancaman terhadap intergritas bangsa. Namun mereka berpandangan demikian itu karena mereka tidak faham tentang apa itu otonomi daerah. Sebetulnya yang terjadi adalah sebaliknya. Tanpa otonomi daerah yang mulai dilaksanakan pada tahun 1999 bangsa Indonesia dapat hancur.
Banyak orang yang tidak faham bahwa kebijakan otonomi daerah lahir sebagai suatu solusi. Kebijakan tersebut adalah suatu keharusan pada saat itu dimana Indonesia sedang terpuruk oleh krisis yang terjadi sejak tahun 1997. Ekonomi Indonesia pada saat itu dapat dikatakan hancur. Kasus BLBI yang sampai sekarang masih terasa dampaknya, pabrik-pabrik yang bahan bakunya impor banyak yang tutup termasuk di Jawa Barat dan pemerintah pusat tidak tahu harus berbuat apa. Dan ketika IMF masuk ekonomi kita sebetulnya bertambah hancur yang kemudian menyebabkan hancurnya kewibawaan pemerintah pusat dan legitimasi dari rakyat dapat dikatakan hilang.
Otonomi daerah adalah jawaban atas krisis yang terjadi di Indonesia di akhir masa Orde Baru. Ketika krisis itu terjadi tidak ada satu pemerintah daerah pun yang mempunyai prakarsa untuk menolong rakyatnya di daerah secara efektif. Hal ini disebabkan oleh pemerintah daerah tidak mempunyai kekuasaan, tidak punya kewenangan dan tidak punya uang atau anggaran. Padahal dalam pemerintahan itu sangat dibutuhkan kreativitas untuk melaksanakan fungsinya. Tidak hanya sekedar melaksanakan peraturan dari pemerintah yang tingkatannya lebih tinggi atau dari pemerintah pusat.
Kekuasaan pemerintahan daerah harus sedemikian rupa ditata sehingga terbuka ruang kreativitas bagi para pejabat dan pemimpin di daerah. Kualitas kepemimpinan kepala daerah dapat dilihat dari kreativitasnya dan prakarsa-prakarsa kebijakan apa yang diambil. Tidak menjadi masalah jika kreativitas dan prakarsa itu berbeda dengan aturan. Berbeda dengan aturan bukan berarti menyalahi aturan, karena aturan kadangkala menjadi penghalang bagi terpenuhinya kebutuhan. Jika aturan itu telah menjadi penghalang bagi terpenuhinya kebutuhan masyarakat maka kita bisa merubah aturan tersebut. Aturan itu dibuat bukan untuk dijadikan berhala. Otonomi daerah memberi ruang untuk munculnya kreativitas dan prakarsa-prakarsa tersebut walaupun berbeda dengan aturan-aturan yang dibuat oleh pemerintah pusat.
Demokrasi bukan merupakan tujuan tetapi demokrasi kita jadikan alat untuk mencapai tujuan. Tujuan tersebut adalah kemaslahatan umum atau kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Jika dengan demokrasi kondisi sebagian besar masyarakat berada dibawah garis kemiskinan maka timbul pertanyaan yakni mengapa demokrasi itu masih kita pertahankan. Namun bagi kalangan yang mencintai dan bahkan memberhalakan demokrasi, demokrasi itu dianggapnya sebagai alat dan tujuan sekaligus. Demi kebebasan kita rela merusak sopan-santun, merusak hubungan darah, persahabatan dan keadilan sosial. Bahkan ketika demokrasi mencapai titik eksrim pada tahun 1955 hubungan bertetangga menjadi rusak karena berbeda partai politik. Dokrin-dokrin demokrasi seperti itulah yang membuat masyarakat menjadi kurang cerdas dalam menghadapi setiap persoalan sosial politik. Demokrasi itu hanya sebuah instrumen. Kita pakai demokrasi jika itu baik. Jika demokrasi justru merusak tatanan sosial, maka tidak ada alasan untuk kita mempertahankannya.
Otonomi daerah muncul untuk memberikan kewenangan kepada daerah yang berkarakter kreatif dalam berprakarsa dan berinisiatif dalam mengelola daerahnya demi kepentingan masyarakat di daerahnya masing-masing. Selain itu otonomi daerah memberikan kontribusi positif bagi pembangunan karakter bangsa. Karakter itu dibentuk oleh sistem misalnya sistem pendidikan yang berkontribusi menanamkan nilai tentang karakter. Selain itu juga, sisten sosial ekonomi juga membentuk karakter. Jika sistem sosial ekonomi terlalu liberal yang sedemikian rupa menyingkirkan mereka yang tidak berdaya. Hal ini merupakan situasi yang antitesis terhadap pembangunan karakter bangsa.
Dalam otonomi daerah, pemimpin-pemimpin daerah harus berpikir kreatif. Mereka tidak hanya berpihak kepada investor-investor tetapi juga harus memikirkan bagaimana ekonomi akar rumput, bagaimana pendidikan masyarakat pada level yang paling rendah, bagaimana mendorong kreatifitas masyarakat dan prakarsa-prakarsa mereka untuk menolong dirinya sendiri. Jadi otonomi daerah itu bukan hanya sekedar memberi kekuatan kepada pemerintah daerah, tetapi juga memberikan kekuatan kepada masyarakat agar mereka kreatif. Tidak ada satupun pemerintahan di dunia ini yang bekerja sendiri untuk memakmurkan rakyatnya. Rakyat itu makmur karena usahanya sendiri. Pemerintah tugasnya menciptakan suatu kondisi atau suatu sistem dan suatu ruang kreatifitas sehingga masyarakatnya dapat mengambil prakarsa-prakarsa. Sebuah negara dikatakan negara maju karena masyarakatnya maju karena pemerintahnya menciptakan sistem yang membuka kreatifitas masyarakatnya untuk maju.
Otonomi daerah menciptakan suatu sistem pelayanan publik dan suatu sistem dimana infrastruktur itu membuka ruang bagi masyarakat untuk memanfaatkan infrastruktur itu. Sehingga jika kita ingin memajukan negeri ini maka kita harus memperbesar otonomi daerah. Daerah harus diberikan kekuasaan yang lebih besar lagi untuk mengambil prakarsa. Daerah harus diberikan lebih banyak kewenangan dan sumber-sumber keuangan termasuk kewenangan di bidang administrasi pertanahan. Daerah harus memiliki kewenangan di bidang administrasi pertanahan. Sehingga daerah-daerah yang miskin yang tidak mempunyai tambang, hutan, perkebunan atau tanahnya gersang masih memiliki kewenangan untuk mengelola tanahnya itu untuk ditawarkan kepada para investor yang akan membangun pabrik-pabrik. Dengan demikian hal ini paling tidak akan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat di daerah tersebut.
Otonomi Daerah dan Pendidikan Karakter Bangsa
Dalam tataran implementasi di Indonesia, otonomi daerah belum dilaksanakan sepenuhnya. Sehingga pelaksanaan otonomi daerah harus dikawal oleh semua elemen masyarakat. Otonomi daerah mengandung lokalitas namun dalam hal yang positif. Otonomi daerah dapat membangkitkan identitas lokal. Karakter-karakter daerah yang mempunyai simbol-simbol budaya akan muncul. Artinya otonomi daerah membawa kebangkitan karakter dan identitas lokal namun tidak mengancam integritas nasional atau integrasi bangsa.
Karekter bangsa dibentuk melalui pendidikan, pembangunan sistem dan keteladanan para pemimpin. Termasuk didalamnya karakter jujur atau kejujuran. Jika karakter kejujuran melekat pada para pemimpin maka karekter itu akan ditransformasikan kepada masyarakat yang dipimpinnya. Selain karakter kejujuran adalah karakter cerdas atau kecerdasan. Otonomi daerah dapat mendorong para pemimpin dan masyarakat di daerah mempuyai karakter yang cerdas yang kemudian akan memberikan ide-ide yang dapat memberikan pencerahan kepada publik untuk mengatasi masalah. Bahkan karakter yang cerdas yang dibangun dengan pendidikan dapat mengubah suatu bangsa menjadi bangsa yang maju. Misalnya negara Cina, Jepang dan Singapura yang dapat berubah menjadi negara maju karena pendidikan.
Karakter bangsa yang cerdas dapat dibangun dengan memberikan pendidikan kepada rakyat bahwa dalam kehidupan bernegara nilai tertinggi itu adalah persatuan bangsa, bukan demokrasi. Demokrasi harus berhenti ketika persatuan bangsa terancam, jangan sampai demokrasi menerobos tempok persatuan bangsa tersebut. Oleh karena itu dalam pendidikan persatuan bangsa ini kita harus mengembangkan konsep perilaku integratif (intergrative behavioral). Ada batas tolerasi dalam hubungan sosial, ekonomi dan politik. Artinya semua orang berhak berkreasi dan melakukan apa saja sepanjang tidak mengganggu pihak lain dan merusak persatuan. Kita bisa berbeda suku, berbeda agama, berbeda kepentingan tetapi kita selalu menjaga dimana batasnya harga diri dan nilai-nilai eksistensi pihak lain. Kita bisa beragama namun tidak menyentuh atau merugikan agama lain. Kita bisa bersosialisasi dengan orang yang satu suku dengan kita namun tidak melecehkan suku lain. Kita boleh kaya tapi tidak melecehkan yang miskin. Kita boleh miskin tetapi tidak mencurigai yang kaya. Otonomi daerah jangan terlalu menebarkan ego daerah sehingga merusak kepentingan daerah lain. Daerah yang kaya harus membantu daerah yang miskin. Disamping kompetisi dalam otonomi daerah juga harus dibangun kerja sama. Selain itu juga otonomi daerah memberikan ruang yang cukup untuk berkembangnya kebudayaan. Kebangkitan budaya-budaya lokal dapat terwujud jika otonomi daerah dapat dilaksanakan dengan baik. Dengan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 nilai-nilai kebudayaan lokal khususnya pada tataran desa dihidupkan kembali.
Dalam hal pembentukan karakter bangsa, perilaku masyarakat merupakan suatu hal yang menjadi faktor penentu pembentukan karakter bangsa tersebut. Perilaku masyarakat yang buruk misalnya kekerasan, penghinaan, pelecehan, mengeluarkan kata-kata kotor dengan fulgar. Jika hal itu terinternalisasi dalam waktu yang panjang dalam kebiasaan dan kehidupan masyarakat kita akan menganggapnya sesuatu yang wajar sehingga kemudian dapat menimbulkan bangsa kita ini kehilangan kepribadian. Sebagai bangsa yang berkarakter, bangsa yang terhormat dan mempunyai budaya yang tinggi, jangan sampai kita membiasakan diri pada perilaku yang buruk. Maka untuk menghindari perilaku buruk masyarakat maka dibutuhkan pedidikan karekter. Otonomi daerah memberikan peluang bagi pendidikan karakter itu melalui keteladanan, melalui pemberdayaan (empowerment), pendidikan dan pelayanan publik yang dapat dimunculkan dari kepemimpinan dan proses pemerintahan daerah melalui otonomi daerah.
Referensi
Rasyid, Ryaas, M, 2012. Ringkasan Materi Seminar Nasional Otonomi Daerah dengan Tema ” Otonomi Daerah dalam Perspektif Pendidikan Karakter Bangsa”, Tanggal 12 Maret 2012, di Universitas Siliwangi Tasikmalaya.
Sumber : Opikologi
0 komentar:
Posting Komentar