Akhmad Satori[1]
Abstract
ICMI's emergence as a new political force in the political scene in Indonesia, can not be separated from the pros and cons. among the pro, saw a moderate rise of ICMI that may on the one hand as the government's strategy with its interests, but on the other Muslims also have the advantage in it. While among those who behave counter to the criticism that ICMI ICMI when too close to the bureaucracy in fear will strengthen the symptoms of exclusivism and elitism will even damage the roots of Islamic culture that had been painstakingly built. In addition ICMI criticized as a tool for successful elections in order to later re-elected Soeharto to become President.
Key Words: ICMI, Military, Middle Class, Domocratization
Abstrak
Munculnya ICMI sebagai suatu kekuatan politik baru dalam kancah perpolitikan di Indonesia, tidak lepas dari pro dan kontra. kalangan yang pro, melihat secara moderat bahwa kemunculan ICMI mungkin di satu pihak sebagai strategi pemerintah dengan kepentingan-kepentingannya, tetapi di pihak lain umat muslim juga mendapat keuntungan di dalamnya. Sedangkan kalangan yang bersikap kontra terhadap ICMI mengkritik bahwa ICMI bila terlalu dekat dengan birokrasi di khawatirkan akan memperkuat gejala eksklusivisme dan elitisme bahkan akan merusak akar budaya Islam yang selama ini susah payah dibangun. Selain itu ICMI dikritik sebagai alat untuk mensukseskan pemilu agar kemudian Soeharto terpilih kembali guna menjadi Presiden.
Kata Kunci: ICMI, Militer, Kelas Menengah, Demokratisasi
Kita menghendaki kebangkitan yang diridhai Allah dan Rasul-Nya. Kebangkitan yang dibenci oleh orang-orang kafir, fasik, munafik, dan para thaghut. Kebangkitan yang membuang representasi kekufuran, kezaliman, kefasikan dan kejahatan untuk menjadikan kita sebagai sebaik-baik umat manusia, kokoh dengan pertolongan Allah dan mendapat penguatan dan bantuan-Nya.
BalasHapus