Forum Focus Groups Discussion Laboratorium Ilmu Politik Fisip-Unsil: Kajian Politik Prosedural: Wajah Demokrasi Indonesia, Antara Idealitas dan Fakta
(Jumat 25 Februari 2011)
Prolog
Rakyat Indonesia tentu punya ekspektasi besar ketika gerbang demokratisasi dibuka selebar-lebarnya. Saat seluruh elemen bersatu menyuarakan Reformasi yang kemudian menjatuhkan rezim orde baru, disaat itulah harapan mengenai demokratisasi, penegakan hukum, stabilitas ekonomi yang berimplikasi pada tuntutan kesejahteraan menjadi genderang perang melawan sebuah rezim yang dianggap otoriter dan korup.
Gerakan mahasiswa yang menjadi corong telah berhasil menanamkan kesadaran kritis kolektif atas sistem kekuasaan yang menindas. Reformasi dan demokratisasi seolah menjadi resep mujarab untuk keluar dari segala keterpurukan yang dihadapi oleh bangsa.
Tiga belas tahun pasca reformasi, secara prosedural, sistem politik dan relasi antara negara dengan masyarakat sipil memang telah mengalami banyak perubahan, sistem multi partai, pemilihan langsung presiden, anggota legislatif (pusat dan daerah), bupati dan walikota kemudian otonomi daerah menjadi mekanisme yang dipercaya sebagai proses rekruitmen yang baik dalam mengelola relasi negara dan masyarakat sipil dalam konteks demokrasi. Aspirasi rakyat dalam berkumpul dan berserikat dibuka seluas-luasnya, menjamurnya LSM, gerakan mahasiswa dan kebebasan pers menjadi bagian pilar dalam menopang demokratisasi di Indonesia.
Secara prosedural, mekanisme demokrasi memang telah ditempuh, tapi secara subtansial demokratisasi sebenarnya tidak menyentuh kepentingan dan keinginan rakyat. Demokrasi hanya menjadi menara gading dan lahan subur bagi elit-elit negara yang berada dalam episentrum kekuasaan untuk. Teori sistem demokrasi klasik yang dikemukakan Plato dan Aristoteles telah mengisyaratkan, manakala sistem demokrasi “dibajak” oleh kepentingan segelintir orang maka akan lahir parasit kekuasan yaitu oligarkarki dan anarksime.
Inilah yang terjadi pada proses demokratisasi di Indonesia sekarang ini, jalannya demokratisasi tidak pernah sejalan dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat. Yang terjadi adalah demokrasi hanya menjadi lahan subur para aktor-aktor dan elit-elit politik, rakyat hanya menjadi objek yang dijadikan legitimasi kekuasaan.
Focus Group Disscusion
Dalam kegiatan Laboratorium ini, terjadi proses pengujian teori-teori demokrasi yang dipelajari oleh mahasiswa diruang kelas dengan fakta yang terjadi. Salah satu objek kajiannya adalah sebuah film dari Demos, sebuah LSM yang aktif dalam kajian-kajian demokrasi dan HAM. Format diskusi ini menitik beratkan pada intensitas komunikasi interaktif antar mahasiswa dan dosen hanya sebagai fasilitator.
Hasil Diskusi
Diskusi ini menghasilkan kesadaran kritis, argumentasi, dan analisa solutif untuk meluruskan proses demokratisasi yang dipaparkan oleh mahasiswa, membenturkan antara teori ideal sistem demokrasi dengan fakta dan fenomena yang terjadi. Kesimpulannya adalah:
- Tujuan demokrasi telah melenceng dari harapan rakyat
- Terjadi benturan antara teori demokrasi (klasik maupun kontemporer) dengan fakta dan fenomena yang terjadi.
- Terjadi pemahaman sempit bahwa demokrasi hanya sebatas proses formal dan prosedural.
- Demokrasi menjadi lahan subur segelintir orang (elit-elit) dan membentuk kelompok yang bersifat oligarkis.
- Demokrasi telah dipahami sebagai proses yang mengakomodir aspirasi kelompok masyarakat tanpa dilandasi dengan pemahaman hukum (konstitusi) sehingga setiap kelompok merasa dominan dan memaksakan kehendak yang memicu anarkisme dalam masyarakat (elite ataupun akar rumput).
Sebagai sebuah analisa dan argument yang bersifat solutif, maka dihasilkan kesimpulan:
- Evaluasi proses demokratisasi harus dimulai pada perubahan paradigma elite-elite politik dan masyarakat akar rumput (moral dan mental)
- Sistem demokrasi harus berorientasi pada hal-hal yang bersifat subtansial (kesejahteraan), bukan pada hal-hal yang bersifat prosedural.
- Proses demokrasi tidak selalu mengadopsi mentah-mentah gagasan-gagasan luar (barat)
- Proses demokrasi harus berorientasi dan mengadopsi nilai-nilai lokal yang akan dikonversi pada frame legalitas formal sistem demokrasi.
Rino Sundawa Putra
0 komentar:
Posting Komentar