Home » » Diskusi FGD : Studi Kritis UU Pemilu No.8/2012

Diskusi FGD : Studi Kritis UU Pemilu No.8/2012

Written By Laboratorium Ilmu Politik Unsil on Jumat, 15 Juni 2012 | 11:31 PM

Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM FISIP) bekerja sama dengan Labpol FISIP Universitas Siliwangi Tasikmalaya, Jum’at, 15 Juni 2012 pukul 13.00 s.d. selesai telah menyelenggarakan Diskusi Tinjauan Kritis UU Pemilu Baru dalam Menghasilkan Pemilu Berkualitas.  Diskusi ini dihadiri oleh sejumlah mahasiswa FISIP, sebagian pengurus BEM di lingkungan Universitas Siliwangi dan beberapa dosen FISIP Unsil.

Diskusi ini menghadirkan pembicara Pengajar Kajian Parpol dan Pemilu  yang juga Ketua Laboratorium Politik FISIP, Subhan Agung dan Ketua Program Studi Ilmu Politik FISIP Unsil Bapak Akhmad Satori, M.SI. Diskusi ini diawali dengan pemaparan materi kajian dari pemateri dan Dosen Bapak Taufik Nurohman yang melengkapi pemaparan dari kedua pemateri sebelumnya. Proses diskusi cukup “hidup” dan dinamis dengan adanya opini dan tinjauan kritis dari mahasiswa (peserta).

Subhan Agung dalam pemaparannya lebih menyoroti  Pemilu secara  teoritis, dan pemetaan sistem Pemilu di dunia dan sistem yang selama ini dijalankan di Indonesia, termasuk kajian sistem Pemilu yang diberlakukan sesuai UU No.8 tahun 2012 yang baru disahkan Sabtu kemarin. Menurutnya Indonesia secara keseluruhan menerapkan sistem Representatif Proporsional atau yang dalam sehari-hari kita biasa disebut sistem Pemilu Proporsional dengan jenis model Open List. Berbeda ketika di Masa Orba yang menggunakan Close List, di mana pemilih hanya memilih lambang partai saja, dan tentunya partai yang menentukan siapa yang menang berdasarkan urutan. Sedangkan saat ini yang dicoblos adalah gambar calon langsung, sama seperti UU No.10 tahun 2008 yang diberlakukan dalam Pemilu 2009 silam. Menurut beliau secara keseluruhan dalam UU baru tersebut tidak terdapat perubahan yang fundamental, selain Parlementary Trashold yang berubah menjadi 3,5%, syarat-syarat pembentukan partai baru yang tambah ketat. Sistem dalam mengkonversi suara menjadi kursi pun masih menggunakan sistem Kuota Murni tidak berubah dari UU sebelumnya.

Sedangkan Bapak Akhmad Satori melihat secara holistik persoalan Pemilu di Indonesia tidak hanya dalam persoalan UU Pemilu saja. Pemilu selama ini hanya menjadi “ajang pesta demokrasi saja” bukan benar-benar dimaknai sebagai upaya untuk memperbaiki negara ini lewat lahirnya elit-elit perwakilan yang cakap dan mampu menyerap aspirasi konstituen. Pemilu di Indonesia juga rumet, sulit sekali diikuti oleh masyarakat “bawah” yang tidak mengenal sekolah, sehingga mereka mengalami kesulitan dalam menyalurkan hak memilihnya, selain itu Pemilu di Indonesia sangat mahal biayanya, apalagi ditopang oleh mekanisme dominasi uang dalam proses politik tersebut. Kalau berkaca dalam realitas ini semakin sulit saja kita untuk mengharapkan lebih dari proses Pemilu. UU baru pun sepertinya hanya menjadi “mainan” para elit saja atas nama untuk perbaikan, demokrasi, dan suara rakyat, namun agak sulit diharapkan UU ini akan efektif ke depannya. Namun harapan juga masih terbuka lebar, dan sebagai lembaga civil society mahasiswa harus kritis terhadap semua perubahan yang terjadi di negeri ini. Partisipasi politik yang kritis demi perbaikan dan melahirkan pemimpin-pemimpin masa depan harus terus diupayakan.

Bapak Taufik Nurohman lebih menyoroti hakikat Pemilu secara filosofis dalam konteks untuk menempatkan wakil-wakilnya di lembaga eksekutif dan legislatif. Pemilu sudah menjadi kenyataan di hampir sebagian besar negara-negara di dunia. Secara simplikatif peraturan Pemilu di Indonesia sudah cukup mutakhir, namun implementasinya lemah. Semakin canggih UU, semakin canggih juga pelanggaran yang mencederai kualitas Pemilu itu sendiri. UU Pemilu memang harus rumet (canggih, lengkap, detail), dan rakyat harus belajar atas UU tersebut. Kalau persoalan pelanggaran dalam Pemilu memang tidak bisa dihindarkan akan selalu ada, yang rumet saja masih bisa dicurangi, apalagi yang sederhana. Namun bagaimana lembaga civil society dan lembaga lainnya yang mengontrol secara formal mampu mengungkap pelanggaran yang dimungkinkan terjadi dalam Pemilu. (Semoga Bermanfaat, sampai bertemu kembali dalam diskusi selanjutnya–SA).

Sumber : FISIP UNSIL
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

Selamat Datang di Situs Labpol Universitas Siliwangi

Foto saya
Tasikmalaya, Jawa Barat, Indonesia
Merupakan salah satu lembaga pengkajian dan pengembangan di bidang Ilmu Politik di lingkungan FISIP Unsil. Situs ini merupakan situs resmi Labpol Unsil. Selamat membaca, semoga bermanfaat. Amin.
 
Support : Unsil | FISIP Unsil | Jurnal Unsil
Copyright © 2013. Situs Resmi Labpol FISIP Universitas Siliwangi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger