Home » » Ekspektasi Hubungan Islam dan Amerika di Bawah Kepemimpinan Obama Oleh: Rino Sundawa Putra

Ekspektasi Hubungan Islam dan Amerika di Bawah Kepemimpinan Obama Oleh: Rino Sundawa Putra

Written By Laboratorium Ilmu Politik Unsil on Selasa, 22 Maret 2011 | 12:11 PM


Kebijakan politik luar negeri Bush begitu memposisikan Islam baik itu Islam sebagai agama, ideologi dan negara sebagai lawan tanding dalam pergulatan politik luar negeri Amerika. Dibawah kepemimpinan Bush banyak kebijakan militer dan strategi politik luar negerinya yang dianggap tidak adil terhadap dunia Islam, bahkan Bush tidak segan-segan menggunakan kekuatan militer melakukan invasi ke negara-negara yang dianggap sarang teroris yang dianggap merintangi perdamaian dunia. Irak dan Afganistan adalah beberapa negara yang dijadikan “proyek” awal kebijakan luar negeri Bush mengatasnamakan perdamaian dunia dan terorisme. Terorisme dalam pandangan Bush, selalu lahir dari rahim gerakan-gerakan Islam. Pengklasifikasian Islam radikal dan moderat digunakan oleh Bush sebagai pemetaan, Mana Islam teroris dan mana Islam agama. Bush telah membuat gap hubungan Islam dan barat,  termasuk di Indonesia. Amerika telah dibuat sebagai negara antagonis bagi dunia Islam karena kebijakan Bush yang anti Islam.

Tinjauan Ilmiah Benturan Peradaban
            The Clash of Civilization, itulah tesisnya Samuel hutington yang menggemparkan, sekaligus juga dianggap provokatif. Dalam kajiannya, Hutington mengklasifikasikan beberapa peradaban, salah satunya perdaban Islam yang diramalkan oleh Hutington sebagai calon kekuatan global baru yang praktis akan menjadi kompetitor kekuatan global tunggal Amerika. Hutington meramalkan, setelah runtuhnya kekuatan kiri Uni soviet sebagai kekuatan pembanding Amerika pasca perang dingin, Islam-lah yang kemudian akan bangkit menyusun dominasi baru menandingi Amerika sebagai negara adidaya, dan benturan peradaban pun tidak dapat dihindari sebagai suatu keharusan siklus percaturan politik global, Amerika mau tidak mau harus berhadapan dengan kekuatan-kekuatan Islam, terutama Islam yang dianggap radikal. Celakanya, tesisnya hutington ini dipercaya, bahkan menjadi referensi untuk strategi politik luar oleh para politisi Amerika, termasuk Bush.

         Tidak hanya disitu, Hutington kemudian menyodorkan data-data baru dari hasil polingnya yang dilakukan pada tahun 2001-2002 di sembilan negara Islam. Poling tersebut menunjukan bahwa sebagian kelompok-kelompok Islam tidak suka terhadap kebijakan-kebijakan politik luar negeri Amerika. Yang lebih provokatif lagi, dalam bukunya, Who Are We?: The Challenges to America National Identity, 2004, Hutington menunjukan kekuatan-kekuatan Islam militan akan bangkit sebagai pengganti kekuatan Uni Soviet. Untuk melawan kekuatan-kekutan Islam Militan Amerika harus melakukan apa yang disebutnya sebagai perang baru (new war). Perang baru ini sebagai jalan menghadang berkembangnya potensi kekuatan-kekuatan Islam militan yang terus berkembang. Jika dilihat dari tinjauan yang dikemukakan oleh Hutington, isu terorisme yang gencar “dipromosikan” Amerika, adalah satu bagian perang baru itu (new war) dan ini menyangkut percaturan geopolitik di Asia tenggara, khususnya Indonesia yang mayoritas penduduknya Muslim.

Harapan Baru di Bawah Obama
            Pada saat gencar-gencarnya menjelang Pemilu 2008 di AS, kalangan dan tokoh-tokoh Islam di Indonesia bahkan dunia  mulai menaruh hati pada calon Presiden dari partai Demokrat, Barack Husein Obama. Harapan mengenai hubungan Islam dan barat yang lebih adil, tidak ada kecurigaan dan lebih moderat dari kebijakan politik luar AS. Harapan agar Obama akan merubah status AS sebagai negara antagonis bagi dunia Islam dalam menjalankan politik luar negerinya, ditinjau dari berbagai sudut pandang. Obama diharapkan tidak melakukan politik intervensi terhadap negara-negara Islam seperti yang dilakukan pendahulunya.
            Harapan kalangan Islam terhadap Obama ini memang begitu besar dirasakan, bahkan sebagian kelompok muslim yang berkarakter moderat di Indonesia, meyakini lawatan Obama ke Indonesia kali ini adalah sebagai upaya Obama membangun citra positif hubungan AS dengan Islam, hal ini ditandai dengan rencana kunjungan Obama ke mesjid Istiqlal Jakarta yang menjadi simbol besar umat Islam di Indonesia. Walaupun memang ada beberapa kelompok Islam yang menentang kedatangan Obama ke Indonesia, karena menganggap Obama tidak jauh berbeda dengan presiden pendahulunya, Bush.
            Fakta yang kemudian menjelaskan betapa adanya harapan besar terhadap kepemimpinan Obama dalam merevisi hubungannya dengan Islam, adalah sambutan positif tokoh-tokoh Islam salah satunya dari  ketua PP Muhamadiyah Din Syamsudin dan tokoh NU KH. Hasyim Muzadi, kedua tokoh ini bisa dijadikan indikator bahwa hampir semua umat Islam di Indonesia menyambut baik kedatangan Obama, karena kedua tokoh ini adalah pemimpin dua organisasi Islam besar di Indonesia. Media massa juga tidak terlalu di sibukan dengan liputan aksi-aksi penolakan terhadap kedatangan Obama seperti halnya waktu kedatangan Bush, justru yang menonjol adalah liputan tentang dukungan dan perasaan gembira masyarakat Indonesia atas kedatangan presiden ke-44 AS itu. Hal ini juga dipengaruhi oleh latar belakang hidup Obama yang pernah tinggal dan bersekolah di Indonesia juga beredarah muslim, seolah ada suasana kebatinan antara masyarakat Indonesia dengan Obama.
            Memang, kurang komprehensif bila harapan perubahan itu muncul dari perspektif latar belakang kehidupan Obama yang berdarah muslim dan pernah tinggal di Indonesia. Kita perlu melihat lebih luas lagi faktor dan fakta apa sehingga kita sebagai bagian dari masyarakat muslim dunia, memberi harapan positif kepada Obama terhadap kebijakannya mengenai hubungan barat dengan Islam. Percaturan politik kawasan timur tengah rasanya hingga kini masih ada yang mengganjal, blokade Israel atas jalur gaza, pembangunan ilegal pemukiman yahudi di tanah palestina masih berlangsung, tapi ada perkembangan baik di kawasan itu, kekuatan revolusioner Islam di Iran yang dipimpin Akhmadinejad yang dulu dianggap poros “setan”, oleh Bush, sudah mulai membuka hati terhadap Obama, ada proses mediasi karena pertimbangan perubahan arah kebijakan politik luar negeri oleh Obama. Apalagi survei di 11 negara Arab pada tahun 2008, ada peningkatan tingkat penerimaan masyarakat Arab terhhadap kepemimpinan baru Obama setelah Bush. Fakta-fakta ini harus menjadi perbandingan supaya lebih proporsional dalam memberikan harapan baru terhadap Obama.
            Salah satu poin penting ketika menagih janji terhadap Obama adalah pernyataannya mengenai hubungan Islam dengan barat dalam pidatonya, "Kepada dunia Muslim,kami menharapkan cara-cara baru hubungan ke depan,berdasarkan kepentingan bersama dan prinsip saling menghormati". Itulah poin penting komitmen Obama yang berani merubah kebijakan luar negeri negaranya, pendekatan militer, harus dirubah dengan pendeketan diplomasi. Memang, komitmen tersebut perlu kita analisa dari berbagai faktor. Faktor dari dalam negerinya juga menjadi bahan pertimbangan gerak langkah Obama dalam menepati komitmennya itu. Dari sisi kelembagaan negara AS, sejauh mana dinamika politik di parlemen AS. Ini menjadi bumerang manakala komposisi parlemen didominasi oleh kelompok-kelompok yang masih meyakini Islam sebagai ancaman terbesar kedigdayaan AS yang menggunakan tesisnya Hutington sebagai referensi. Ini juga berlaku pada kondisi di partainya sendiri, Demokrat. Demokrat, walaupun tidak se-konservatif partai Republik, tetap saja ada potensi dimana lobi-lobi dalam internal partai dari kelompok-kelompok penganut teori benturan peradaban masih kuat, dan dapat mempengaruhi komitmen Obama. Sebagai pemenang Nobel Perdamaian pada tahun 2009 dimana salah satu pertimbangan pemberian Nobel itu karena keberhasilan Obama dalam menciptakan hubungan baru dengan dunia Islam, tentunya kita percaya, sejauh ini Obama masih konsisten dengan komitmennya, dan harapan baru itu hingga saat masih ada.
            Kita berharap, selamanya Obama akan tetap konsisten menjalankan komitmennya untuk merivisi kembali kebijakan dan strategi politik luar negeri Bush. Tesisnya Samuel Hutington semoga tidak menjadi pertimbangan untuk dijadikan resep dalam menjalankan politik luar negerinya terhadap dunia dan negara-negara Islam. Masyarakat muslim dunia, khususnya di Indonesia disisi lain menaruh harapan positiv terhadap kepemimpinan Obama, tapi harus jeli melihat perkembangan kebijakan luar negeri Obama, banyak faktor yang mempengaruhinya.
           
           
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

Selamat Datang di Situs Labpol Universitas Siliwangi

Foto saya
Tasikmalaya, Jawa Barat, Indonesia
Merupakan salah satu lembaga pengkajian dan pengembangan di bidang Ilmu Politik di lingkungan FISIP Unsil. Situs ini merupakan situs resmi Labpol Unsil. Selamat membaca, semoga bermanfaat. Amin.
 
Support : Unsil | FISIP Unsil | Jurnal Unsil
Copyright © 2013. Situs Resmi Labpol FISIP Universitas Siliwangi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger